Senin, 16 November 2015

Tantangan dalam penerapan E-Governance di Provinsi Sumatera Utara



Pelayanan Publik pada dasarnya menyangkut aspek yang sangat luas. Dalam Kehidupan bernegara, pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai bidang. Hal ini menjadi problematika lokal yang sering kali dihadapi pemerintah dalam kaitannya untuk menyejahterakan masyarakat.

Di Indonesia, saat ini salah satu program yang dijalankan pemerintah daerah dalam pelayanan publik adalah penerapan layanan E-Governance. E-Governance dapat diartikan sebagai kumpulan konsep untuk semua tindakan dalam sektor publik (baik di tingkat Peme­rintah Pusat maupun Pemerintah Daerah) yang melibatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka mengoptimalisasi proses pelayanan publik yang efisien, transparan dan efektif. Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang menerapkan sistem E-Goverment. Dari 33 Kabupaten/kota yang ada di Sumut hanya 16 Daerah yang mengikuti pemeringkatan E-Governance Indonesia (PeDI) dan hasilnya masih dibawah standar. Hal ini sangat di sayangkan, mengingat E-Governance dapat memberikan efek positif bagi pelayanan pemerintahan baik kepada warganya, peningkatan interaksi dengan dunia usaha atau bisnis, pemberdayaan masyarakat melalui informasi atau manajemen pemerintahan yang lebih efisien untuk mencapai “Good Governance”.
Langkanya SDM yang handal menjadi salah satu faktor penentu. Teknologi informasi merupakan sebuah bidang yang baru. Pemerintah umumnya kurang memiliki SDM yang handal di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang notabene di isi oleh orang-orang yang bahkan tidak ada pengalaman dalam bidang ini. Sedangkan SDM yang handal ini sebagian besar ada di lingkungan industri/bisnis (swasta). Dari hal ini, kita dapat melihat bagaimana keadaan bidang TIK daerah kita yang memang masih kurang dalam mendukung  pemerintahan. Ini mungkin di akibatkan perbedaan income serta kenyamanan, sehingga membuat para ahli TIK ini lebih memilih industri/bisnis (swasta) sebagai lahan kerjanya. Keseriusan pemerintahan dalam merekrut juga menjadi pertimbangan. Mengingat, pada perekrutan PNS 2014 lalu di daerah Sumatera Utara, khususnya bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi Berkisar 18% dari jumlah keseluruhan jurusan ditambah seleksi yang kurang fokus dan kurang kompetitif dalam bidang tersebut sehingga membuat pelamar asal masuk.
Pertimbangan selanjutnya adalah  infrastruktur yang belum memadai dan mahal serta tempat akses yang terbatas. Infrastruktur menjadi hal kritis karena bagaimana pun adanya SDM jika tidak adanya infrastruktur yang mendukung maka sama saja tidak ada artinya. Infrastruktur telekomunikasi di Indonesia khususnya di Sumatera Utara belum tersebar secara merata. Masih terdapat berbagai daerah yang masih belum tersedia saluran telepon atau bahkan listrik, bahkan jikalau ada harganya masih relatif mahal. Sebut saja sebagai contoh daerah kepulauan Nias, dimana masih terdapat sekitar 60% daerah yang masih belum menggunakan listrik.
Disamping hambatan di atas, terdapat pemahaman yang kurang dari pihak Pemerintah Daerah mengenai esensi dan tujuan penerapan E-Governance ini. Selain pendapat bahwa konsep E-Governance ini sangat menguntungkan dan dapat mempermudah proses layanan pemerintah ke masyarakat, namun disisi lain masih ada yang berpendapat dan menyatakan keraguannya terhadap pendayagunaan E-Governance. Pemerintah hanya menganggap konsep E-Governance hanyalah semata-mata kewajiban yang harus dilaksanakan dan otomatisasi sistem, sehingga tidak mengubah cara kerja pemerintah/birokrasi. Oleh karena itu esensi dari tujuan penerapan konsep E-Governance tidak akan mudah tercapai.
Untuk itu, pemerintah daerah khususnya Sumatera Utara harus berbenah serta serius dalam menerapkan sistem E-Governance. E-Governance bukan hanya sekedar membuat situs pembda saja atau sekedar icon “yang penting dana cair”, tetapi juga harus didukung implementasi serta manajemen yang baik di dalamnya.

0 komentar